Gallery

Gallery
Asia Leader Forum di Jepang

Jumat, 04 Maret 2011

Jurnal Maslahah 2010

Koperasi dalam Perspektif Ekonomi Syari’ah
Nur S. Buchori

Abstract: This article explains about cooperative economic system in the perspective of Islamic Law (Shari’ah). Cooperative Islamic Economics system is inspired by Islamic values. Cooperative economic system in the perspective of Islamic values is different from the other economic system like capitalism and socialism. The Islamic values opposes to exploitation by the owners of capital against workers who are poor, and prohibit the accumulation of wealth. The aims cooperative economic system in Islamic system are to create welfare all of members, distribution of proverty, brotherhood, and social goodness (maslahah al-amm). In the cooperative of sharia, very transaction (tasharruf) based on the use of effective whether for financing or everyday needs. Both of these are treated differently. For productive activities, such as members get a tender from the other party can then use the results to the contract principle of musharaka or mudaraba while transportation equipment or other tools can use the principle of buying and selling with murabahah, greetings or istishna. Runway Cooperative Association of Islamic Sharia as other economic institutions namely referring to the Islamic economic system itself, as implied by the phenomenon of the universe and is also written in the Qur’an and al-Hadith.
Pendahuluan
Secara umum prinsip opera-sional Koperasi adalah membantu kesejahteraan para anggota dalam bentuk gotong royong dan ten-tunya prinsip tersebut tidaklah menyimpang dari sudut pandang syariah yaitu prinsip gotong royong (ta`waun ala birri) dan ber-sifat kolektif (jama’ah) dalam membangun kemandirian hidup. Melalui hal inilah, perlu adanya proses internalisasi terhadap pola pemikiran-tatacara pengelolaan, produk-produk, dan hukum yang diberlakukan harus sesuai dengan Syariah. Dengan kata lain Koperasi Syariah merupakan sebuah kon-versi dari koperasi konvensional melalui pendekatan yang sesuai dengan syariat Islam dan kete-ladanan ekonomi yang dilakukan Rasulullah dan para sahabatnya.
Operasional Koperasi Syariah menggunakan akad Syirkah Mufa-wadhoh yakni sebuah usaha yang didirikan secara bersama-sama oleh dua orang atau lebih, masing-masing memberikan kontribusi dana dalam porsi yang sama besar dan berpartisipasi dalam kerja dengan bobot yang sama pula. Masing-masing partner saling me-nanggung satu sama lain dalam hak dan kewajiban. Dan tidak diperkenankan salah seorang me-masukan modal yang lebih besar dan memperoleh keuntungan yang lebih besar pula dibanding dengan partner lainnya.
Azas usaha Koperasi Syariah berdasarkan konsep gotong ro-yong, dan tidak dimonopoli oleh salah seorang pemilik modal. Begitu pula dalam hal keuntungan yang diperoleh maupun kerugian yang diderita harus dibagi secara sama dan proporsional.
Penekanan manajemen usaha dilakukan secara musyawarah (Syura) sesama anggota yang dituangkan dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT) dengan melibatkan seluruh potensi anggota yang dimilikinya.
            •   •    
“…..Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, Allah amat berat siksaannya “. (Q.S Al Maidah {5}:2).

Landasan Dasar Koperasi Syariah
Landasan Dasar Koperasi Syariah sebagaimana lembaga ekonomi Islam lainnya yakni mengacu pada sistem ekonomi Islam itu sendiri seperti yang tersirat melalui fenomena alam semesta dan juga tersurat dalam Al Qur’an serta Al Hadits. Lan-dasan Dasar Koperasi Syariah antara lain :
Pertama, merupakan sistem ekonomi Islam yang integral dan merupakan suatu kumpulan dari barang-barang atau bagian-bagian yang bekerja secara bersama-sama sebagai suatu keseluruhan.
                
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara keseluruhan dan janganlah kamu me-ngikuti langkah-langkah syetan. Se-sungguhnya Syetan itu adalah mu-suhmu yang nyata”. (Q.S. Al Baqarah {2}:208)
Kedua, merupakan bagian dari nilai-nilai dan ajaran-ajaran Islam yang mengatur bidang pereko-nomian umat yang tidak ter-pisahkan dari aspek-aspek lain dari keseluruhan ajaran Islam yang komprehensif dan integral.
                     •    
“Pada hari ini telah aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah aku ridhai Islam sebagai agama

bagimu. Maka barang siapa ter-paksa Karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. Al Maidah {5}: 3)

Tujuan Koperasi Syariah
Ada beberapa tujuan koperasi syari’ah, yaitu:
Pertama, mensejahterakan Ekonomi anggotanya sesuai norma dan moral Islam :
 ••                
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat dibumi, dan jangalah kamu mengikuti langkah-langkah syetan, karena se-sungguhnya syetan itu musuh yang nyata bagimu”. (Q.S Al Baqarah {2}: 168)
       •                   •      

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya

Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezkikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”. (Q.S AL Maidah {5}: 87-88).
               
“ Apa bila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah dimuka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung..” (Q.S Al Jumu’ah : 10)

Kedua, menciptakan Persauda-raan dan Keadilan sesama anggota sebagaimana firman-Nya:

 ••           •      •    
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki serta seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha me-ngenal”. ( Q.S Al Hujarat [49] : 13)
  •     •                 •      •   
“Katakanlah: “Hai manusia sesung-guhnya aku ini adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada tuhan selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya. Nabi yang Ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat Nya (kitab-kitab Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu dapat petunjuk”. ( Q.S Al A’raaf [7] : 158)
Ketiga, pendistribusian penda-patan dan kekayaan yang merata sesama anggota berdasarkan kontribusinya. Agama Islam men-tolerir kesenjangan kekayaan dan penghasilan karena manusia tidak sama dalam hal karakter, kemampuan, kesungguhan dan bakat. Perbedaan diatas tersebut merupakan penyebab perbedaan dalam pendapatan dan kekayaan. Hal ini dapat terlihat pada Al Qur’an:
               •       
“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas se-bagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguh-nya tuhan mu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.S Al An’aam [6] : 165):

                        
‘Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam
hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah…?” (Q.S An Nahl [16]: 71).
        •  
                 
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah me-nentukan antara mereka peng-hidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan seba-hagian yang lain. Dan RahmatT uhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”. (Q.S Az Zukhruf [43] :32)
Keempat, kebebasan pribadi dalam kemaslahatan sosial yang didasarkan pada pengertian bahwa manusia diciptakan hanya untuk tunduk kepada Allah.
                            
“Orang-orang yang telah kami berikan kepada mereka, bergembira dengan Kitab yang diturunkan kepa-damu dan di antara golongan-golongan (Yahudi dan Nasrani) yang bersekutu, ada yang mengingkari sebahagiannya. Katakanlah: “Se-sungguhnya aku hanya diperintah menyembah Allah dan tidak untuk mempersekutukan sesuatupun de-ngan Dia. Hanya Kepada-Nya aku seru (manusia) dan hanya kepada-Nya aku kembali ”. (Q.S Ar Ra’d [13] : 36)
                 
“Dan barang siapa yang menye-rahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah ber-pegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah lah kesu-dahan segala urusan.” (Q.S Lukman [31] : 22)

Karakteristik Koperasi Syariah
Ada beberapa karakteristik koperasi syariah, yaitu: Mengakui hak milik anggota terhadap modal usaha; tidak melakukan transaksi dengan menetapkan bunga (riba); berfungsinya institusi ziswaf; mengakui mekanisme pasar yang ada; mengakui motif mencari keuntungan; mengakui kebebasan berusaha; mengakui adanya hak bersama

Peran dan Fungsi Koperasi Syariah
Koperasi konvensional lebih mengutamakan mencari keun-tungan untuk kesejahteraan ang-gota, baik dengan cara tunai atau membungakan uang yang ada pada anggota. Para anggota yang meminjam tidak dilihat dari sudut pandang penggunaanya hanya melihat uang pinjaman kembali ditambah dengan bunga atau jasa koperasi yang tidak didasarkan kepada kondisi hasil usaha atas penggunaan uang tadi. Bahkan bisa terjadi jika ada anggota yang meminjam untuk kebutuhan se-hari-hari (makan dan minum), maka pihak koperasi member-lakukannya sama dengan pemin-jam lainnya yang penggunaannya untuk usaha yang produktif dengan mematok bunga sebagai jasa koperasi.
Pada koperasi syariah hal ini tidak dibenarkan, karena setiap transaksi (tasharruf) didasarkan atas penggunaan yang efektif apakah untuk pembiayaan atau kebutuhan sehari-hari. Kedua hal tersebut diperlakukan secara berbeda. Untuk usaha produktif, misalnya anggota mendapatkan tender proyek dari pihak lain maka dapat menggunakan prinsib bagi hasil dengan akad musyarakah atau mudharabah sedangkan untuk pembelian alat transportasi atau alat-alat lainnya dapat menggunakan prinsip jual beli dengan akad murabahah, salam ataupun istishna.
Berdasarkan peran dan fung-sinya maka, koperasi syariah adalah:
Pertama, sebagai manajer investasi. Manajer investasi yang dimaksud adalah, koperasi syariah dapat memainkan perannya seba-gai agen atau sebagai penghubung bagi para pemilik dana. Koperasi akan menyalurkan kepada calon atau anggota yang berhak mendapatkan dana atau bisa juga kepada calon atau anggota yang sudah ditunjuk oleh pemilik dana.
Umumnya, apabila pemilihan penerima dana (anggota atau calon anggota) didasarkan keten-tuan yang diinginkan oleh pemilik dana, maka Koperasi Syariah hanya mendapatkan pendapatan atas jasa agennya. Misalnya jasa atas proses seleksi anggota pe-nerima dana, atau biaya ad-ministrasi yang dikeluarkan Ko-perasi atau biaya monitoring termasuk reporting. Kemudian apabila terjadi wanprestasi yang bersifat force major yakni bukan kesalahan Koperasi atau bukan kesalahan anggota, maka sumber dana tadi (pokok) dapat dijadikan beban untuk risiko yang terjadi. Akad yang tepat untuk seperti ini adalah mudharabah muqayyadah.
Kedua, sebagai investor. Peran sebagai Investor (Shahibul Maal) bagi Koperasi Syariah adalah jika, sumber dana yang diperoleh dari anggota maupun pinjaman dari pihak lain yang kemudian dikelola secara profe-sional dan efektif tanpa per-syaratan khusus dari pemilik dana, dan Koperasi Syariah memiliki hak untuk terbuka dikelolanya ber-dasarkan program-program yang dimilikinya. Prinsip pengelolaan dana ini dapat disebut sebagai Mudharabah Mutlaqah, yaitu in-vestasi dana yang dihimpun dari anggota maupun pihak lain dengan pola investasi yang sesuai dengan syariah. Investasi yang sesuai meliputi akad jual beli secara tunai (al-musawamah) seperti pendirian waserda dan Jual beli tidak tunai (al-murabahah), Sewa-menyewa (ijaroh), kerja-sama penyertaan sebagian modal (musyarakah) dan penyertaan mo-dal seluruhnya (mudharabah). Keuntungan yang diperoleh diba-gikan secara proporsional (sesuai kesepakatan nisbah) pada pihak yang memberikan dana seperti yaitu anggota yang memiliki jenis simpanan tertentu dan ditetapkan sebagai yang mendapatkan hak bagi hasil dari hasil usaha.
Ketiga, pengemban fungsi social. Konsep Koperasi Syariah mengharuskan memberikan pela-yanan sosial baik kepada anggota yang membutuhkannya maupun kepada masyarakat dhu’afa. Kepa-da anggota yang membutuhkan pinjaman darurat (emergency loan) dapat diberikan pinjaman kebajikan dengan pengembalian pokok (al-qard) yang sumber dananya berasal dari modal mau-pun laba yang dihimpun. Dimana anggota tidak dibebankan bunga dan sebagainya seperti di koperasi konvensional. Sementara bagi anggota masyarakat dhuafa dapat diberikan pinjaman kebajikan dengan atau tampak pengem-balian pokok (qardhul hasan) yang sumber dananya dari dana ZIS (zakat, infak dan shadaqoh). Pinjaman Qardhul Hasan ini diutamakan sebagai modal usaha bagi masyarakat miskin agar usa-hanya menjadi besar, jika usahanya mengalami kemacetan, ia tidak perlu dibebani dengan pengembalian pokoknya.
Fungsi ini juga yang membe-dakan antara koperasi konven-sional dengan Koperasi Syariah dimana konsep tolong menolong begitu kentalnya sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah yang artinya, “ Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaik-an dan ketaqwaan dan janganlah kamu tolong menolong dalam permusuhan dan perbuatan dosa.” (QS Al Maidah [5]: 2)

Prinsip Operasional Koperasi Syariah
Koperasi Syariah memiliki ke-luwesan dalam menerapkan akad-akad muamalah, yang umumnya sulit dipraktekan pada Perbankan Syariah karena adanya keterbatas-an peraturan dari Bank Indonesia - PBI (Peraturan Bank Indonesia).

Penghimpunan Dana Koperasi Syariah
Untuk menumbuhkembang-kan usaha Koperasi Syariah, maka para pengurus harus memiliki strategi pencarian dana. Sumber dana dapat diperoleh dari ang-gota, pinjaman atau dana-dana yang bersifat hibah atau sum-bangan. Semua jenis sumber dana tersebut dapat diklasifikasikan sifatnya ada yang komersil, hibah atau sumbangan atau sekedar titipan saja. Secara umum, sumber dana koperasi syariah diklasifikasi-kan sebagai berikut:
1. Simpanan Pokok
Simpanan pokok merupa-kan modal awal anggota yang disetorkan dimana besar sim-panan pokok tersebut sama dan tidak boleh dibedakan antara anggota. Akad Syariah simpanan pokok tersebut masuk katagori akad Musyarakah. Konsep pendi-rian Koperasi Syariah tepatnya menggunakan konsep Syirkah Mufawadhah yakni sebuah usaha yang didirikan secara bersama-sama dua orang atau lebih, masing-masing memberikan kon-tribusi dana dalam porsi yang sama dan berpartisipasi dalam kerja dengan bobot yang sama pula. Masing-masing partner saling menanggung satu sama lain dalam hak dan kewajiban. Dan tidak diperkenankan salah seorang memasukan modal yang lebih besar dan memperoleh keun-tungan yang lebih besar pula di-banding dengan anggota lainnya.
2. Simpanan Wajib
Simpanan wajib masuk dalam katagori modal koperasi sebagai-mana simpanan pokok dimana besar kewajibannya diputuskan berdasarkan hasil syura (musya-warah) anggota serta penyetoran-nya dilakukan secara kontinyu setiap bulannya sampai seseorang dinyatakan keluar dari keanggota-an Koperasi Syariah.
3. Simpanan Sukarela
Simpanan anggota meru-pakan bentuk investasi dari anggota atau calon anggota yang memiliki kelebihan dana kemudian menyimpannya di Koperasi Syari-‘ah.
Bentuk simpanan sukarela ini memiliki 2 jenis karakter antara lain :
1) Karakter pertama bersifat dana titipan yang disebut (Wadi-’ah) dan dapat diambil setiap saat. Titipan (Wadi’ah) terbagi atas 2 macam yaitu titipan (wadiah) Amanah dan titipan (Wadi’ah) Yad dhamanah. Titipan (Wadi’ah) Amanah merupakan titipan yang tidak boleh dipergunakan baik untuk kepentingan koperasi mau-pun untuk investasi usaha, melainkan pihak koperasi harus menjaga titipan tersebut sampai diambil oleh sipemiliknya. Wadi-’ah Amanah yang dimaksud disini biasanya berupa dana ZIS (Zakat,infak dan shadaqoh) yang dimiliki oleh 8 asnaf mustahik dan disalurkan baik dalam bentuk mustahik produktif maupun konsumtif. Sementara titipan (wadi’ah) Yad dhamanah adalah dana titipan anggota kepada koperasi yang di izinkan untuk dikelola dalam usaha riil sepanjang dana tersebut belum diambil oleh sipemiliknya. Mengingat dana ter-sebut dapat dikelola maka se-pantasnya Koperasi Syariah memberikan kelebihan berupa bonus kepada si penitip, meski tidak ada larangan untuk tidak memberikan bonusnya.
“ Diriwayatkan dari Abu Rafie bahwa Rasulullah pernah meminta seseorang untuk meminjamkannya seekor unta, maka diberikannya unta qurban. Setelah selang beberapa waktu Abu Rafie diperintahkan Rasulullah untuk mengembalikan unta tersebut kepada pemiliknya, tetapi Abu Rafie kembali berbalik menghadap Rasulullah seraya berkata, “ Ya Rasulullah untuk yang sepadan tidak kami temukan, hanya untuk yang lebih besar dan berumur empat tahun” Rasulullah SAW membalas sambil berkata, “ Berikan itu karena sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah yang terbaik ketika membayar”

2) Karakter kedua bersifat investasi, yang memang ditujukan untuk kepentingan usaha dengan mekanisme bagi hasil (Mudhara-bah) baik Revenue Sharing, Profit sharing maupun Profit and loss sharing. Konsep Simpanan yang diberlakukan dapat berupa sim-panan berjangka Mudharobah Mutlaqoh maupun simpanan ber-jangka Mudharabah Muqayadah. Mudharabah Mutlaqoh adalah bentuk kerja sama antara pemilik dana (Shahibul Maal) dengan Koperasi Syariah selaku pengu-saha (Mudharib) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah usaha. Sementara Mudha-rabah Muqayadah adalah bentuk kerjasama antara pemilik dana dengan Koperasi Syariah selaku pengusaha (Mudharib) dimana penggunaan dana dibatasi oleh ketentuan yang dipersyaratkan oleh pemilik dana. Dan meru-pakan kebalikan dari Mudharabah Mutlaqah.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a bahwasanya Sayyidina Abbas jikalau memberikan dana kepada mitra usahanya secara mudhara-bah, ia mensyaratkan agar dana-nya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak yang berparu-paru basah, jika menyalahi peraturan maka yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikan syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah dan diapun memperke-nankannya.

4. Investasi pihak lain
Dalam melakukan operasio-nalnya lembaga Koperasi Syariah sebagaimana koperasi konven-sional biasanya sangat mem-butuhkan suntikan dana agar dapat mengembangkan usahanya secara maksimal, mengingat prospek pasar yang teramat besar sementara simpanan anggotanya masih sedikit dan terbatas. Oleh karenanya dibenarkan untuk bekerja sama dengan pihak-pihak lain seperti Bank Syariah maupun program-program pemerintah. Investasi pihak lain ini dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip Mudharabah maupun prin-sip Musyarakah. Prinsip Musya-rakah adalah suatu perkongsian atau kerjasama yang dilakukan 2 (dua) pihak atau lebih dimana masing-masing pihak memberikan kontribusinya baik sebagian modal maupun ketrampilan usaha. De-ngan batasan waktu yang diten-tukan dan disepakati bersama kedua pihak.

Penyaluran Dana Koperasi Syariah
Sesuai dengan sifat koperasi dan fungsinya, maka sumber dana yang diperoleh haruslah disalur-kan kepada anggota maupun calon anggota. Sifat penyaluran dananya ada yang berkategori komersil yakni dengan Bagi Hasil (yakni Mudharabah atau Musya-rakah) dan juga dengan Jual Beli (Piutang Murabahah, Piutang Salam, Piutang Istsihna` dan sejenisnya), bahkan ada juga yang bersifat Jasa umum, misalnya pengalihan piutang (Hawalah), sewa menyewa barang (Ijarah) atau pemberian manfaat berupa pendidikan dan sebagainya.
1.1 Investasi/Kerjasama
Kerjasama dapat dilaku-kan dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah. Dalam penyalur-an dana dalam bentuk Mudha-rabah dan Musyarakah Koperasi Syariah bertindak selaku pemilik dana (Shahibul Maal) sedangkan pengguna dana adalah pengusaha (Mudharib) kerjasama dapat dila-kukan untuk mendanai sebuah usaha yang dinyatakan layak untuk didanai, contohnya untuk pendirian klinik, kantin, toserba dan usaha lainnya

1.2 Jual Beli (Al Bai’)
Pembiayaan Jual beli dalam UJKS pada koperasi syariah memiliki beragam jenis yang dapat dilakukan antara lain seperti jual beli secara tangguh antara si penjual dengan sipembeli dimana sudah terjadi kesepakatan harga dan sipenjual menyatakan harga belinya dan si pembeli menge-tahui besar keuntungan si penjual transaksi ini disebut disebut Bai Al Murabahah. Jika sipembeli mem-bayar secara tunai tetap dina-makan murabahah mengingat modal awalnya sudah diketahui dan jumlah keuntungan yang diterima sipenjual juga diketahui.
Jual beli secara pararel yang dilakukan oleh 3 pihak, sebagai contoh pihak 1 memesan pakaian seragam sebanyak 100 stel kepada Koperasi Syariah dan Koperasi Syariah memesan dari konveksi untuk dibuatkan 100 stel seragam yang dimaksud dan Koperasi membayarnya dengan uang muka dan dibayar setelah jadi, setelah selesai diserahkan ke pihak 1 dan pihak ke 1 membayarnya baik secara tunai maupun diangsur. Pembiayaan ini disebut Al Bai Istishna jika Koperasi membayar-nya dimuka disebut Bai’As- Salam.

1.3 Jasa-jasa
Disamping produk kerja sama dan jual beli Koperasi Syariah juga dapat melakukan kegiatan jasa layanan antara lain :
Pertama, Jasa Al Ijaroh (se-wa), yaitu akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri, contohnya penyewaan tenda, sound system dan lain-lain.
          •                                                   •    •   •     
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyem-purnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Ja-nganlah seorang ibu menderita ke-sengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Ma-ka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al Baqarah [2]: 233).
Kedua, Jasa Wadi’ah (Titipan). Jasa wadi’ah dapat dilakukan pula dalam bentuk barang seperti jasa penitipan barang dalam Locker Karyawan atau penitipan sepedah motor , mobil dan lain-lainnya.
 •           ••     •      •     
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanah (titip-an) kepada yang berhak mene-rimanya.” (Q.S An Nisa ayat 58).
Rasulullah saw., “Tunaikan-lah Amanah (titipan) kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat kepada orang yang telah mengkhianatimu” (HR. Ibnu Umar).
Ketiga, Hawalah (Anjak Piu-tang). Pembiayaan ini timbul karena adanya peralihan kewa-jiban dari seseorang anggota terhadap pihak lain dan dialihkan kewajibannya tersebut kepada Koperasi Syariah. Contoh kasus anggota yang terbelit dengan kartu kredit yang bunganya men-cekik dan pihak koperasi menye-lesaikan kewajiban anggota terse-but dan anggota membayar kewa-jibannya kepada koperasi. Hawa-lah adalah pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menang-gungnya.
“Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah suatu kedzaliman. Dan jika salah seo-rang dari kamu diikutkan (dihawa-lahkan) kepada orang yang mampu/kaya, maka terimalah ha-walah itu. (HR. Bukhori dan Muslim dari riwayat Abu Hurairah)
Keempat, Rahn (Gadai). Rahn (Gadai) timbul karena adanya kebutuhan keuangan yang mende-sak dari para anggotanya dan Koperasi Syariah dapat meme-nuhinya dengan cara barang milik anggota dikuasai oleh koperasi dengan kesepakatan bersama. Pengertian Rahn sendiri adalah menahan salah satu harta milik sipeminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Dalam produk Gadai ini Koperasi Syariah tidak mengenakan bunga melain-kan mengenakan tarif sewa pe-nyimpanan dari barang yang diga-daikan tersebut seperti contohnya gadai emas.
         •                            
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh orang yang ber-piutang).” (Q.S Al-Baqarah [2]: 283).
Dari Anas r.a berkata :”Rasulullah SAW menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi di Madinah dan meng-ambil darinya gandum untuk keluarga beliau”. (HR.Bukhori, Ahmad, Nasa’i, Ibnu Majah)
Kelima, Wakalah (Perwakilan). Jasa ini timbul dari hasil pengu-rusan sesuatu hal yang dibutuhkan anggotanya dimana anggota me-wakilkan urusan tersebut kepada koperasi seperti contohnya: pengurusan SIM, STNK pembelian barang tertentu disuatu tempat. Dan lain-lain. Wakalah berarti juga penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat.

         
“Jadikanlah aku bendaharawan nega-ra (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman”. (Q.S Yusuf ayat [12] : 55)
“Bahwasanya Rasulullah me-wakilkan kepada Abu Rafie dan seorang Anshor untuk mewa-kilinya mengawini Maimunah binti Al harits”. (Al Hadits)
Keenam, Kafalah (Penjamin-an). Jasa ini timbul karena adanya transaksi anggota dengan pihak lain dan pihak lain tersebut membutuhkan jaminan dari ko-perasi yang anggotanya berhu-bungan dengannya. Contoh kasus bila para anggotanya mengajukan pembiayaan dari bank syariah dimana Koperasi Syariah bertindak sebagai penjamin atas kelancaran angsuran anggotanya. Pengertian kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (Kope-rasi) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban anggotanya atau yang ditanggung atau seputar mengalihkan tanggung jawab.
            
“Penyeru-penyeru itu berseru, ‘kami kehilangan piala raja, barang siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh makanan (seberat) be-ban unta dan aku menjamin terha-dapnya “. (Q.S Yusuf ayat (12) : 72)
Ketujuh, Qardh (Pinjaman Lunak). Jasa ini termasuk kategori pinjaman lunak, dimana pinjaman yang diberikan harus dikembalikan sejumlah dana yang diterima tanpa adanya tambahan. Kecuali jika si anggota mengembalikan lebih tanpa persyaratan dimuka maka kelebihan dana tersebut diperbolehkan diterima oleh Ko-perasi Syariah dan dimasukkan ke dalam kelompok dana Qardh (atau Baitulmaal–ZIS). Umumnya sum-ber dana ini diambil dari simpanan pokok.

Features Produk Koperasi Syariah
Dari aspek pemasaran, setiap Koperasi Syariah, dalam hal men-cari sumber dana maupun penya-luran dananya, memiliki ciri khas tersendiri. Hal ini dimungkinkan agar para anggota maupun inves-tor tertarik untuk bekerjasama dalam mengembangkan usaha ko-perasi. Karena itu setiap Koperasi Syariah yang hendak membuat produk-produk untuk pembiayaan atau penghimpunan dana hendak-nya memiliki fitur produk seperti berikut:
1. Nama Produk: Rumah Idaman
2. Prinsip Produk (akad yang digunakan): Mudharabah Muqa-yyadah (terikat)
3. Sumber dana yang digunakan: misalnya dana dari pinjaman
4. Target Market: anggota atau non anggota khusus
5. Jenis akad: dari Koperasi kepa-da anggota
6. Jangka waktu : berapa lama yang harus ditunaikan anggota
7. Keuntungan: tingkat keun-tungan yang mau diambil margin atau bagi hasil (nisbah)
8. Persyaratan Umum: Doku-men–dokumen atau agunan.
9. Mitigasi Risiko: asuransi atau ditanggung pemerintah


Distribusi Bagi Hasil Pada Koperasi Syariah
Distribsui pendapatan yang dimaksud disini adalah pembagian pendapatan atas pengelolaan da-na yang diterima Koperasi Syariah dibagi kepada para anggota yang memiliki jenis simpanan atau ke-pada para pemilik modal yang telah memberikan pinjaman kepa-da Koperasi Syariah dalam bentuk Mudharabah atau Mu-syarakah. Sedangkan pembagian yang ber-sifat tahunan (periode khusus) maka distribusi pendapatan ter-sebut termasuk kategori SHU (Sisa Hasil Usaha) dalam aturan Kope-rasi.
Untuk pembagian bagi hasil kepada anggota yang memiliki jenis simpanan atau pemberi pinjaman adalah didasarkan kepa-da hasil usaha riil yang diterima Koperasi pada saat bulan berjalan. Umumnya ditentukan berdasar-kan nisbah yaitu rasio keuntungan antara Koperasi Syariah dan Ang-gota atau Pemberi Pinjaman terhadap hasil riil usahanya. Misalnya nisbah 30: 70, yaitu jenis simpanan Qurban anggota adalah 30 sedangkan untuk Koperasi 70 terhadap keuntungan bersih Koperasi (Laba bulan bejalan). Lain halnya dengan koperasi konven-sional pendapatan dari jasa pin-jaman koperasi disebut jasa pinjaman (bunga) tanpa melihat hasil keuntungan riil melainkan dari saldo jenis simpanan. Maka dengan demikian pendapatan bagi hasil dari Koperasi Syariah bisa naik turun sedangkan untuk konvensional bersifat stabil alias tetap dari saldo tanpa melihat jerih payah usaha Koperasi Syariah. Selanjutnya apabila Koperasi Syaraih menerima pinjaman khusus (restricted investment atau Mudharabah Muqayyadah), maka pendapatan bagi hasil usaha khusus tersebut hanya dibagikan kepada Pemberi Pinjaman dan Koperasi Syariah. Bagi Koperasi pendapatan terse-but dianggap sebagai pendapatan jasa atas Mudharabah Muqa-yyadah.
Begitu pula selanjutnya untuk pendapatan yang bersumber dari jasa-jasa koperasi seperti wakalah, Hawalah, kafalah disebut penda-patan Fee Koperasi Syariah dan pendapatan sewa (Ijaroh). Penda-patan yang bersumber dari Jual beli (piutang dagang) Murabahah, Salam dan Istishna disebut Margin sedangkan pendapatan hasil in-vesttasi ataupun kerjasama (Mu-syarakah dan Mudharabah) disebut pendapatan Bagi Hasil.
Dalam rangka untuk menjaga likuiditas, diperbolehkan Koperasi menempatkan dananya kepada lembaga keuangan syariah dian-taranya Bank Syariah, BPRS maupun Koperasi Syariah lainnya. Dalam penempatan dana tersebut umumnya mendapatkan bagi hasil juga, maka pendapatan tersebut tidak termasuk distribusi penda-patan yang harus dibagi kepada pemilik dana pihak ketiga (jenis simpanan anggota) melainkan masuk kedalam porsi pendapatan Koperasi Syariah.
Untuk pembagian SHU tetap mengacu kepada peraturan Kope-rasi yaitu diputuskan oleh Rapat Anggota. Pembagian SHU tersebut setelah dikurangi dana cadangan yang dipergunakan sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan.

Pendirian Koperasi Syariah
Pembentukan koperasi seba-gaimana pasal 6 Bab IV Undang-undang nomor 25 tahun 1992 dilakukan dengan Akta Pendirian Koperasi Primer yang dituangkan dalam anggaran Dasar Koperasi. Koperasi Primer dibentuk oleh sekurang-kurangnya 20 (dua) puluh orang dan berkedudukan diwilayah Indonesia. Dalam ang-garan dasar sebagaimana dimak-sud pasal 7 ayat (1) UU nomor 25 tahun 1992 berisikan sekurang-kurangnya :

1. Daftar nama pendiri;
2. Nama dan tempat kedudukan;
3. Maksud dan tujuan serta bidang usaha;
4. Ketentuan mengenai keang-gotaan;
5. Ketentuan mengenai rapat anggota;
6. Ketentuan mengenai penge-lolaan;
7. Ketentuan mengenai permo-dalan;
8. Ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya;
9. Ketentuan mengenai pemba-gian sisa hasil usaha;
10. Ketentuan mengenai sangsi

Sebelum Akta pendirian dibuat di notaris, ada baiknya para pendiri mengundang dinas kope-rasi setempat untuk memberikan penyuluhan tentang usaha dengan badan hukum Koperasi Syariah, meskipun masih sedikit pegawai dinas koperasi yang memahami tentang seluk beluk Koperasi Syariah, namun setidaknya dapat dipahami tentang mekanisme perkoperasian itu sendiri. Untuk memperoleh pengesahan Akta Koperasi, para pendiri mengajukan permintaan tertulis disertai Akta pendirian Koperasi. Saat ini Akta Koperasi Syariah dibuat di kantor Notaris yang ditunjuk, untuk selanjutnya disahkan di Kantor departemen koperasi ataupun di kanwil koperasi. Pengesahan Akta pendirian diberikan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah diterimanya permintaan penge-sahan. Pengesahan akta pendirian akan diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Anggota Koperasi Syariah adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa dimana keang-gotaan ini dicatat dalam buku anggota (data base anggota) disamping itu Koperasi Syariah memiliki anggota luar biasa dan calon anggota yang persyaratan, hak, dan kewajiban keanggo-taannya ditetapkan dalam ang-garan dasar.

Tahapan Pendirian Koperasi Syariah
Ada beberapa tahap pemben-tukan koperasi syariah, yaitu: Tahap Pertama, Rapat Anggota Pendiri Minimal 20 orang. Sebagaimana UU No.25 tahun 1992 bahwa koperasi didirikan sekurang-kurangnya oleh 20 orang pendiri. Rapat anggota pendiri mengagen-dakan antara lain:
Pertama, bentuk dan jenis koperasi yang akan didirikan seperti Koperasi Jasa Keuangan syariah (KJKS) jika cor bisnisnya sebatas simpan pinjam atau Koperasi Syariah jika cor bisnisnya mempunyai beberapa unit bisnis baik Unit jasa Keuangan Syariah (UJKS) ataupun Int bisnis sector riil (perdagangan, produksi dan jasa).
Kedua, Menunjuk dan me-ngangkat pengurus dan dewan pengawas. Pengurus diupayakan berjumlah ganjil yakni sekurang-kurangnya 3 orang. Dewan Pe-ngawas terdiri atas Dewan Pengawas Operation dan Dewan Pengawassyariah.
Ketiga, Merumuskan Permo-dalan Koperasi yang terdiri atas ketetapan Simpanan Pokok dan Simpanan wajib anggota dalam Rapat Anggota Pendirian Koperasi Syariah yang diadakan pertama-kalinya. Keempat, menyiapkan Modal di Setor minimal lima belas juta rupiah. Kelima, menetapkan Tahun Buku Keuangan Koperasi dengan didahului pembuatan Neraca Awal Koperasi Syariah. Bagi Koperasi Syariah neraca awal dapat me-rujuk format Keputusan Menteri Negara Koperasi RI No. 91/Kep./M.KUM/IX/2004 yang memadukan antara PSAK 27 dengan PSAK 59 dengan me-nambahkan Unit Sektor Riil pada Account Investasi terikat maupun Investasi Tidak Terikat jika memiliki usaha sektor riil.
Keenam, Membuat Berita Acara Pendirian Koperasi Syariah yang disepakati dan ditanda-tangani oleh masing-masing para pendiri Koperasi Syariah. Ketujuh, Melampirkan Identitas Para Pen-diri yang terdiri sekurang-kurangnya foto copy KTP/SIM.
Kedelapan, Mempersiapkan kelengkapan organisasi Koperasi Syariah seperti: Sekretariat, In-ventaris, Buku anggota, Barang cetk dan alat tulis serta form-form pendukung lainnya.
Tahap Kedua, Pengesahan Akte Pendirian. Setelah dilakukan rapat anggota dan telah dibuat berita acara pendirian Koperasi Syariah maka langkah selanjutnya adalah me-ngesahkan Badan Hukum Ko-perasi Syariah di Kantor Dinas Koperasi Pemda setempat untuk keang-gotaan di area Kotamadya atau Kabupaten atau dikantor wilayah Koperasi untuk area keanggotaan di tingkat Propinsi atau dapat pula di Kantor Kementrian Koperasi untuk ke-anggotaan yang bersifat nasional.
Pada saat ini pendirian kope-rasi telah dilakukan oleh pejabat notaris yang ditunjuk dan disahkan oleh Kantor Dinas Koperasi setempat. Namun dibeberapa daerah Akta pendirian masih da-pat dilakukan langsung di kantor Dinas Koperasi Pemda setempat.
Untuk melakukan pendaf-taran dan pengesahan yang perlu dipersiapkan antara lain: Meng-hadirkan para pendiri untuk pe-nandatanganan Akta Pendirian dan pengesahan Koperasi Syariah; melampirkan Foto Copy KTP Pendiri, Berita Acara Pendirian, Neraca Awal Koperasi Syariah, Surat permohonan Badan Hukum Koperasi Syariah dan membawa materai secukupnya; Biaya pendi-rian sangat variatif tergantung daerah masing-masing, meskipun demikian sebenarnya pemerintah membebaskan biaya sebenarnya karena koperasi merupakan soko guru bangsa Indonesia, akan tetapi kenyataan dilapangan berbeda. Kemungkinan biaya-biaya yang timbul antara lain: Biaya pembuatan akta notaries, biaya pengesahan dan jasa lainnya.
Tahap Ketiga, Modal Awal Koperasi Syariah. Bagi koperasi untuk jenis Simpan Pinjam “Ko-perasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS” dipersyaratkan modal mini-mal sebesar Rp 25 juta. Jika ang-gota pendirinya berjumlah 25 orang maka simpanan pokok masing-masing anggota sebesar Rp 1.000.000,00. Sementara bagi Koperasi Syariah meskipun tidak dipersyaratkan harus disediakan modal secu-kupnya atau minimal sebesar Rp 15.000.000,00. Jika modal tersebut belum terkumpul maka dapat pula diupayakan sebagai Pra Koperasi atau yang sering disebut dengan KSM (Ke-lompok Swadaya Masyarakat) Syariah yang kegiatannya hanya terbatas beberapa anggota yang terhimpun dalam sebuah kelom-pok.
Komponen modal awal kope-rasi dapat bersumber dari Simpanan Pokok, Simpanan Wajib dan modal hibah. Semakin besar modal koperasi maka akan semakin baik operasional Koperasi Syariah untuk menjadi besar.
Pertimbangan modal Kope-rasi Syariah harus besar adalah agar dapat menggaji karyawannya secara baik sesuai dengan Upah Minimum Propinsi (UMP) dimana Koperasi Syariah tersebut didirikan demi kebaikan dan perkembangan koperasi syariah tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar